Distributor Beras - Agen Beras - Grosir Beras - PT Karya Baru Indonesia

Bank Dunia meragukan data surplus beras yang disebut pemerintah Indonesia. Karena menurut Bank Dunia, bila produksi beras surplus maka harga seharusnya bisa stabil. Apa kata Kementerian Pertanian (Kementan) soal ini?

Kepala Pusat Data dan Informasi Kementan, Suwandi mengatakan, validitas data produksi dapat dikonfirmasi dari survei Sucofindo dan survei Badan Pusat Statistik (BPS). Yakni stok beras sebanyak 8 hingga 10 juta ton tersebar di Bulog dan masyarakat. Rincian hasil survei tersebut yaitu stok di produsen sebanyak 64% hingga 81%, di pengilingan dan pedagang 9% hingga 24%, dan di konsumen 9% hingga 11%.

“Stok beras berfluktuasi antar ruang dan waktu, terutama saat musim panen dan paceklik, serta antar wilayah 16 provinsi sentra dan non sentra padi,” kata Suwandi dalam keterangannya, umat (6/5/2016).

Menurut Suwandi, stok beras di Bulog pada Februari 2016 sebanyak 1,4 juta ton dan April 2016 mendekati 2 juta ton. Data series stok Bulog pada Januari 2015 hingga April 2016 sepanjang waktu tidak pernah menipis. Stok Bulog dari pengadaan domestik pun sudah mencukupi tanpa impor.

Suwandi menambahkan, keberadaan stok di produsen pun terkonfirmasi dengan data Sensus Pertanian BPS 2013 yang menyebutkan dari 14,3 juta Rumah Tangga Petani padi. Terdapat 37,6% tidak menjual gabah/beras hasil padinya, biasanya untuk disimpan dan konsumsi sendiri, 54,9% menjual sebagian hasilnya, dan sisanya 7,6% menjual seluruh hasil usahanya.

Untuk itu, Suwandi menilai pernyataan Bank Dunia membuat publik menduga-duga, di antaranya kemungkinan itu pendapat pribadi dan bukan rilis resmi Bank Dunia, karena terlihat analisis dan argumentasinya kurang tepat. Selain itu, tidak mungkin Bank Dunia menyarankan Indonesia impor beras di saat beras mencukupi.

“Impor beras hanya akan menguras devisa dan menyengsarakan petani,” tegas Suwandi.

Menurut Suwandi, mengurai masalah beras tidaklah sesederhana itu, bukan sekedar analisis supply-demand semata, tetapi mencakup aspek multidimensi dan sangat kompleks. Faktanya, gejolak harga beras bukan akibat pasokan kurang, tetapi harga dibentuk oleh faktor lain terkait tata niaga. Itulah yang awam menyebut terjadi anomali pasar pangan.

Setidaknya ada tiga hirarki pasar beras, di mana masing-masing dijumpai faktor pembentuk harga berbeda-beda. Mengingat faktor pembentuk harga berbeda-beda, maka solusi kebijakan pun berbeda pula.

Pertama, pasar di tingkat produsen. Yakni faktor pembentuk harga gabah ditentukan oleh pasokan, sehingga pada saat panen raya harga gabah jatuh dan sebaliknya. Solusi kebijakan pemerintah sudah tepat, yaitu ditetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP).

“Eksekusi kebijakan saat ini juga sudah tepat yaitu Bulog menyerap gabah langsung ke petani. Dampaknya petani menikmati harga wajar, stok beras terpenuhi dan tata niaga menjadi lebih baik,” terang Suwandi.

Kedua, pasar beras di tingkat konsumen. Uji korelasi, regresi, dan lainnya menyatakan tidak ada hubungan harga beras dengan pasokan. Pembentuk harga beras di eceran atau konsumen bukan faktor pasokan, tetapi faktor lain. Yaitu faktor distribusi, sistem logistik, rantai pasok, asimetri informasi, ekspektasi, disparitas harga, struktur maupun perilaku pasar.

Data harga beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) pada 29 April 2016 berkisar Rp 8.000-13.300 per kg, sedangkan harga gabah kering panen (GKP) di petani Rp 3.700 per kg setara beras Rp 6.491 per kg. BPS menyebutkan, pada Maret 2016 harga GKP di petani turun 9,76% dibandingkan Februari 2016. Namun, harga beras di tingkat penggilingan turun 1,84%, di pedagang grosir turun 0,44% dan di tingkat pedagang eceran turun 0,56%.

“Data ini menunjukkan ada disparitas harga yang tinggi dan terjadi anomali, sehingga harga di konsumen tidak ditransmisikan dengan baik kepada harga produsen dan sebaliknya,” sebut Suwandi.

Fakta lapangan, lanjut Suwandi, ketika pasokan beras melimpah, pasokan menjadi determinant faktor pembentuk harga, namun fenomena ini liputan (coverage) ‘berskala kecil’ dengan durasi ‘sifatnya sesaat’ (instantaneous).

Selanjutnya, sekalipun pasokan melimpah, tetapi jika dikuasai segelintir pelaku, maka harga akan dideterminasi pemegang stok dominan. Ketika impor daging dibuka dengan maksud agar pasokan di pasar melimpah, ternyata harga daging tetap melambung, karena pasokan dikuasai pemegang stok dominan.

Hirarki yang ketiga, pasar beras internasional. Pembentuk harga bukan ditentukan ekonomi supply-demand semata, melainkan aspek lebih yang luas, konsumsi dan produksi global, kondisi iklim, ekonomi global, harga energi, nilai tukar mata uang, termasuk food security.

Fakta di lapangan 13 Desember 2015, harga beras di pasar tradisional Cho Tanh Dinh, Kota Ho Chi Minh, Vietnam tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Ironisnya, Vietnam mengekspor beras dengan harga yang jauh lebih murah, sehingga menjadi tanda tanya, apa sebenarnya yang terjadi.

“Dengan demikian, pasokan cukup, lantas di mana berasnya?. Beras ada di petani, di penggilingan, di pasar, di konsumen dan ada di Bulog. Ini sekaligus untuk menjawab polemik perberasan 2015 dan data pangan,” tegas Suwandi.

Suwandi menjelaskan, di saat musim paceklik Januari-Februari 2016, beras melimpah di PIBC dan di pasar sentra beras lainnya yaitu pada Januari-Februari 2016 stok naik di atas 100% dibandingkan periode yang sama 2015 dan selanjutnya diikuti turunnya harga beras di pasar menjelang panen raya padi Maret-Mei 2016.

Anomali ini terjadi, karena perilaku pasar dengan indikasi menahan stok di saat paceklik dengan harapan harga naik tinggi, selanjutnya melepas ke pasar untuk menghindari turunnya harga memasuki panen raya.

Untuk diketahui, produksi padi Maret-Juni 2016 diprediksi sekitar 35,5 juta ton GKG. Bukti panen padi melimpah harga gabah turun, didukung data BPS selama April 2016 rata-rata harga GKP di tingkat petani Rp 4.262 per kg mengalami penurunan sebesar 9,36% jika dibandingkan pada Maret 2016.

Selanjutnya BPS menyatakan April 2016 terjadi deflasi 0,45%. Penyumbang terbesar deflasi dari kelompok pangan sebesar 0,94%. Deflasi April paling tinggi sejak tahun 2000.

 

Source : Detik Finance
Date : 6 – 5 – 2015