Pembangunan pertanian pada era Kabinet Jokowi-JK mendapatkan apresiasi. Wakil Ketua Komisi IV DPR, Herman Khaeron dari Partai Demokrat dan Daniel Johan dari Partai Kebangkitan Bangsa membuktikan kinerjanya. Herman yang baru saja meraih gelar doktor di bidang ilmu pertanian dari Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran menggaris bawahi dua hal pokok dalam kinerja sektor pertanian yang dipimpin oleh Andi Amran Sulaeman.

Pertama, kinerja budidaya tanaman pangan khususnya di sektor tanaman pangan seperti beras dan jagung memberikan hasil positif. Di sepanjang tahun 2016, Indonesia mampu memenuhi kebutuhan beras tanpa impor, merujuk pada tidak adanya surat izin impor beras. “Impor awal tahun ini, itu realisasi ‘kuota’ impor tahun lalu yang mencapai 1,5 juta ton, yang baru terealisasi sekitar 0,8 juta ton,” ujar Herman.

Fakta tersebut membuktikan pernyataan Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita usai rapat koordinasi di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, beberapa hari sebelumnya. “Ngapain lagi impor, barang banyak. Orang yang impor saja tidak ada yang mau, gimana? Sampai sekarang nggak ada permintaan impor. Beras oke, cabai aman, bawang bagus,” tukasnya.

Pada tahun 2015, , jika mengacu pada angka tetap (Atap) yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi mencapai 75,55 juta ton gabah kering giling (GKG). Angka tersebut bukan saja lebih tinggi dari target Rencana Strategis 2015-2019 yang tertulis 73,40 juta ton GKG (2015). Namun, menjadi rekor produksi padi atau tertinggi dalam 10 tahun terakhir.

Data capaian produksi 2010-2014 jauh di bawah capaian itu. Pada 2010, produksi 66,47 juta ton GKG, pada 2011 sebesar 65,76 juta ton GKG, 2012 sebesar 69,06 juta ton GKG, 2013 sebesar 71.28 juta ton GKG, dan 2014 sebesar 70,25 juta ton GKG. “Ini karena pemerintah saat ini fokus dan melakukan program intensifikasi dengan baik. Tentu, juga karena anggaran pertanian tahun ini juga naik,” kata German.

Apresiasi tersebut juga merujuk pada kinerja produksi beras 2016 yang hingga Angka Ramalan II 2016 tercatat 79 juta ton. Hal yang sama juga dilontarkan Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Winarto Tohir yang mengapresiasi Angka Tetap produksi pangan 2015, termasuk dalam mewujudkan komitmen menghindari impor bawang dan cabai untuk memasok kebutuhan di dalam negeri. “Bahkan, impor jagung turun hingga 60%,” ucap Herman.

Jika merujuk data impor jagung Januari-Mei 2016, yang sudah turun 47,5% dibandingkan dengan periode yang sama 2015 dan menghemat devisa sekitar Rp2,7 triliun. Capaian tersebut dipicu oleh kinerja subsektor jagung. Winarno, mengacu kepada data BPS, mengatakan bahwa produksi jagung 2015 naik menjadi 19,61 juta ton. Begitu dengan juga impor bawang dan cabai.

Nilai tukar petani pun juga berpengaruh. NTP nasional September 2016 sebesar 102,02 atau naik 0,45% dibanding NTP bulan sebelumnya. Kenaikan NTP dikarenakan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) naik Sebesar 0,73%, lebih besar dari kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) sebesar 0,28%. Di sisi lain, posisi Indonesia meningkat dari peringkat ke 74 menjadi ke 71 dari 113 negara dalam indeks Ketahanan Pangan global atau Global Food Security Index (GFSI) 2016.

Herman dan Daniel juga memberikan catatan lain yang harus dijadikan pekerjaan rumah, yakni menaga stabilitas harga dan pasokkan pangan. Artinya, aspek transportasi harus mendapat perhatian. “Negeri ini kepulauan. Kalau terjadi ombak tinggi di laut, kapal tidak bisa berlayar, pasok pangan ke daerah konsumen lain yang bukan sentra produksi, terancam dan harga bakal bergejolak,” kata Herman.

Oleh karena itu, insentif ke sektor transportasi khususnya untuk pangan juga perlu dipikirkan. Daniel Johan mengusulkan agar pemerintah sebaiknya membangun BUMDes (desa) di setiap desa. Hal ini bisa mendorong kemandirian pangan dan ekonomi di pedesaan. Bahkan akan memudahkan Bulog dalam penyerapan beras. Selain terus melakukan intensifikasi, hal penting yang perlu dilakukan adalah melakukan peningkatan gerakan diversifikasi pangan. Tentunya hal ini akan menekan ketergantungan pada beras.

– – – – –

Source : Detik Finance
Date : 9 November 2016

– – – – –